This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Minggu, 08 November 2015
KEMAMPUAN AWAL DAN KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK
Materi Pendukung Uji Kompetensi Guru (UKG) Lanjutan (3)
Materi Pendukung Uji Kompetensi Guru (UKG)
Uji Kompetensi Guru yang selanjutnya disebut UKG adalah pengujian terhadap penguasaan kompetensi profesional dan pedagogik dalam ranah kognitif sebagai dasar penetapan pengembangan keprofesian berkelanjutan dan bagian dari penilaian kinerja guru. (Permendikbud No. 57 Tahun 2012). UKG dilakukan untuk pemetaan kompetensi dan sebagai dasar kegiatan pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang dilakukan secara periodik. Dengan demikian aspek yang diuji dalam UKG adalah kompetensi pedagogik dan profesional dalam ranah kognitif.
Kompetensi pedagogik yang diuji meliputi: 1) mengenal karakteristik dan potensi peserta didik, 2) menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif, 3) menguasai perencanaan dan pengembangan kurikulum, 4) menguasai langkah-langkah pembelajaran yang efektif, dan 5) menguasai sistem, mekanisme, dan prosedur penilian.
Sedangkan kompetensi profesional yang diuji meliputi: 1) menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu guru, 2) menguasai metodologi keilmuan sesuai bidang tugas yang dibebankan kepada guru, dan 3) menguasai hakikat profesi guru.
Sebagai bahan persiapan, berikut disajikan sebagian materi pendukung berkaitan dengan UKG tersebut. (Semoga bermanfaat dan semoga Kebaikan selalu dating dari segala penjuru)
Kompetensi Inti Guru dan Kompetensi Guru Mata Pelajaran Kimia
3. Mengembangkan Kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu.
2.2 Menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan Teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam mata pelajaran yang diampu
3.2 Menentukan tujuan pembelajaran Yang diampu.
3.3. Menentukan pengalaman belajar Yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diampu.
3.4 Memilih materi pembelajaran yang diampu yang terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan pembelajaran.
3.5 Menata materi pembelajaran secara benar sesuai dengan endekatan yang dipilih dan karakteristik peserta didik.
3.6 Mengembangkan indikator dan instrument penilaian
Indikator Esensial
2.2.1.Menerapkan pendekatan, strategi, metode, dan teknik, pembelajaran kimia di SMA/MA
3.1 Memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
3.2.1. Menerapkan prinsip--‐prinsip pengembangan kurikulum
3.2.1. Menjelaskan tujuan pembelajaran untuk mengajarkan materi kimia pada SK dan KD tertentu
3.2.2. Menuliskan tujuan pembelajaran
3.3.1. Merumuskan pengalaman belajar siswa guna mencapai tujuan yang ditetapkan
3.4 menentukan materi Pembelajaran kimia terkait Dengan pengalaman belajar Dan tujuan pembelajaran.
3.5. Menjelaskan manfaat bahan ajar Sesuai tujuan pembelajaran.
3.6.1.Mengembangkan indikator dan instrumen penilaian
3.6.2 Memilih indicator yang sesuai untuk meteri kimia dengan SK dan KD tertentu
Materi Pendukung UKG (3)
A. Metodologi Pembelajaran
1. Proses dan Metode Pembelajaran
Pembelajaran diartikan sebagai proses belajar mengajar. Dalam konteks pembelajaran ada dua komponen penting yaitu pendidik dan peserta didik, sehingga pembelajaran didefinisikan sebagai pengorganisasian, penciptaan, atau pengaturan suatu kondisi lingkungan yang sebaik-baiknya yang memungkinkan terjadinya belajar pada peserta didik. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007).
2. Model Pembelajaran
Joyce, Well, dan Showers (1992) dalam Indrawati (2000) menggolongkan model-model pembelajaran ke dalam empat rumpun yaitu sebagai berikut:
a. rumpun model-model pengolahan informasi, misalnya model latihan induktif, latihan inkuari, synectics dan yang lainnya;
b. rumpun model-model pribadi / individual, misal model pengajaran non direktif, sistem konseptual, dan yang lainnya;
c. rumpun model-model sosial, misalnya role playing (bermain peran), dan pasangan dalam belajar (partners in learning);
d. model-model perilaku, misalnya mastery learning, self control;
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang menggambarkan kegiatan dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. (http://www.psb-psma.org/content/blog/pengertian-pendekatan-strategi-medote-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran).
Model pembelajaran dapat diartikan sebagai rencana yang memperlihatkan pola pembelajaran tertentu (terlihat kegiatan guru-siswa), dan sumber belajar yang digunakan kondisi belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya belajar pada peserta didik;
Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi peserta didik dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran tertentu.(http://www.psb-psma.org/content/blog/pengertian-pendekatan-strategi-medote-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran).
Menurut Drs. H. Muhamad Ali, dalam Proses Belajar tidak ada model pembelajaran yang paling efektif untuk semua mata pelajaran atau untuk semua materi.
Ciri-ciri model pembelajaran yang baik dalam pengembangannya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Acuan dasar pengembangan adalah RPP yang dibuat guru dengan fokus:
1) tujuan pembelajaran,
2) kompleksitas materi ajar,
3) metode pembelajaran, dan
4) alokasi waktu;
b. Tujuan pembelajaran tertuang secara eksplisit dalam model;
c. Kegiatan yang akan dilakukan siswa dalam desain model pembelajaran harus merefleksikan metode pembelajaran yang dituliskan guru dalam RPP; Contoh, jika metode yang dipilih dan ditulis guru dalam RPP adalah pengamatan, maka langkah dalam model pembelajaran harus ada pernyataan “siswa melakukan pengamatan”;
d. Persentase kegiatan siswa (belajar) lebih dominan daripada kegiatan guru;
e. Eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi terakomodasi secara terpadu dan tersirat dalam rangkaian tahapan model pembelajaran yang dibuat;
f. Model pembelajaran yang ditata hendaknya sistematis dan mampu menjawab keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran;
g. Adanya keterlibatan intelektual dan atau emosional peserta didik melalui kegiatan mengalami, menganalisis, berbuat, dan pembentukan sikap;
h. Adanya keikutsertaan peserta didik secara aktif dan kreatif selama pelaksanaan model pembelajaran;
i. Guru bertindak sebagai fasilitator, koordinator, mediator, dan motivator kegiatan belajar peserta didik;
j. Pemilihan alat, media, dan bahan pembelajaran harus tepat guna;
k. Apabila model pembelajaran yang akan diterapkan oleh guru dalam PBM bukan produk sendiri melainkan adopsi atau adaptasi, maka pemilihan model yang akan digunakan harus mempertimbangkan acuan dasar dalam RPP ditambah dengan kesesuaian kondisi peserta didik;
3. Pendekatan, Strategi, dan Metode Pembelajaran
Pendekatan adalah suatu usaha dalam aktivitas kajian atau interaksi, relasi dalam suasana tertentu, dengan individu atau kelompok melalui penggunaan metode-metode tertentu secara efektif.
Strategi pembelajaran merupakan pendekatan dalam mengelola kegiatan pembelajaran, dengan mengintegrasikan komponen urutan kegiatan, cara mengorganisasikan materi, peralatan dan bahan serta waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Metode dalam arti harfiah adalah cara teratur untuk mencapai tujuan atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan.
B. Prinsip Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik.
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP.
KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
2. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
C. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.
2. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengantingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.
3. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
Daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.
4. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
Dalam era otonomi dan desentralisasi untuk mewujudkan pendidikan yang otonom dan demokratis perlu memperhatikan keragaman dan mendorong partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu, keduanya harus ditampung secara berimbang dan saling mengisi.
5. Tuntutan dunia kerja
Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup. Oleh sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting terutama bagi satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa masyarakat berbasis pengetahuan di mana IPTEKS sangat berperan sebagai penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan adaptasi dan penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7. Agama
Kurikulum harus dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia dengan tetap memelihara toleransi dan kerukunan umat beragama. Oleh karena itu, muatan kurikulum semua mata pelajaran harus ikut mendukung peningkatan iman, taqwa dan akhlak mulia.
8. Dinamika perkembangan global
Pendidikan harus menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan antar bangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku dan bangsa lain.
9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Pendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Oleh karena itu, kurikulum harus mendorong berkembangnya wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam wilayah NKRI.
10. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
11. Kesetaraan Jender
Kurikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan dan memperhatikan kesetaraan jender.
12. Karakteristik satuan pendidikan
Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.
(Sumber: BSNP. 2006. Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah)
D. Tujuan Mata Pelajaran Kimia
1. Membentuk sikap positif terhadap kimia dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerjasama dengan orang lain
3. Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen. Untuk hal itu peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui perangkaian instrumen, pengambilan, pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis
4. Meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat
5. Memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi.
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses). Tujuan pembelajaran dapat mencakup sejumlah indikator, atau satu tujuan pembelajaran untuk beberapa indikator, yang penting tujuan pembelajaran harus mengacu kepada pencapaian indicator.
Seorang guru dalam merencanakan pembelajaran dituntut untuk dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas. Perumusan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu bagi guru maupun siswa. Saat ini telah terjadi pergeseran dalam merumuskan tujuan pembelajaran dari penguasaan bahan ke penguasan performansi. Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Tujuan pembelajaran seyogyanya dirumuskan secara jelas, yang didalamnya mencakup komponen: Audience, Behavior, Condition dan Degree
E. Pengalaman Belajar
1. Pengertian Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar tidak sama dengan konten materi pembelajaran atau kegiatan yang dilakukan oleh guru. Istilah pengalaman belajar mengacu kepada interaksi antara pelajar dengan kondisi eksternal di lingkungan yang ia reaksi. Belajar melalui perilaku aktif siswa; yaitu apa yang ia lakukan saat ia belajar, bukan apa yang dilakukan oleh guru).
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa:
1) Pengalaman belajar mengacu kepada interaksi pebelajar dengan kondisi eksternalnya, bukan konten pelajaran,
2) Pengalaman belajar mengacu kepada belajar melaui perilaku aktif siswa,
3) Belajar akan dimiliki oleh siswa setelah dia mengikuti kegiatan belajar-mengajar tertentu,
4) Pengalaman belajar itu merupakan hasil yang diperoleh siswa,
5) Adanya berbagai upaya yang dilakukan oleh guru dalam usahanya untuk membimbing siswa agar memiliki pengalaman belajar tertentu.
2. Implementasi Pengalaman Belajar
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik.
Pengalaman dan belajar di sini menunjukkan aktivitas belajar yang perlu dilakukan oleh siswa dalam mencapai standar kompetensi, kemampua dasar, dan materi pembelajaran. Pengalaman belajar adalah kegiatan fisik maupun mental yang perlu dilakukan oleh siswa dalam mencapai kompetensi dasar dsn materi pembelajaran.
Pengalaman belajar perlu dirumuskan, sebagai acuan bagi guru dalam mengembangkan strategi atau metode pembelajaran. Pengalaman belajar dapat diperolehj melalui berbagai macam aktivitas dan kegiatan secara fisik dan mental baik di kelas maupun di luar kelas. Pengalaman belajar dalam kelas dapat dilakukan oleh siswa melalui interaksi antara siswa dengan objek / sumber belajar, sesuai dengan uraian materi pembelajaran yang tela dirumuskan. Bentuknya berupa mendengarkan materi, membaca, menyimpulkan materi, diskusi kelompok, praktek laboratorium, dan lain sebagainya.
Sedangkan pengalaman belajar di luar kelas, dapat diperoleh siswa melalui kegiatan siswa dalam berinteraksi dengan objek atau sumber belajar seperti proses observasi, mengamati aktivitas sosial keagamaan masyarakat, memperhatikan alam sekitar. Pada mata pelajaran sains pengalaman belajar dapat dikemas dalam bentuk mengamati ragam macam tumbuhan, makhluk hidup, sesuai dengan karakteristik habitatnya. Pada ilmu sosial biasa juga diperoleh melalui pengamatan pada perdagangan di pasar tradisional dan pasar modern, interaksi sosial antar komunitas seagama / berbeda agama, praktik kebudayaan masyarakat, praktik pelaksanaan suatu aturan hukum dan lain sebagainya.
3. Teknik Pengembangan Pengalaman Belajar Siswa
Agar pengalaman belajar dapat dikembangkan secara efektif dan efisien maka guru perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Guru terlebih memedomani dan menguasai substansi materi pembelajaran yang telah dirumuskan dalam bentuk materi pembelajaran.
2. Memahami bentuk kegiatan belajar yang seperti apa yang diinginkan. Bentuk-bentuk kegiatan belajar dapat dilakukan berupa mendemonstrasikan, mempraktikkan, mensimulasikan, mengadakan eksperimen, menganalisis, mengaplikasikan, menemukan, mengamati, meneliti, menelaah, mengamati, mengobservasi, membaca, menyimpulkan, mempresentasikan dan lain-lain.
3. Merumuskan pengalaman belajar siswa.
4. Rumusan pengalaman belajar siswa menggunakan kata-kata oprasional yang menggambarkan tentang aktivitas siswa dalam belajar.
F. Bahan Ajar
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan berupa seperangkat materi yang disusun secara sistematis yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan memungkinkan siswa untuk belajar.
Jenis bahan ajar berupa:
a. Bahan ajar cetak, antara lain hand out, buku, modul, poster, brosur, lembar kerja siswa, wallchart, photo atau gambar, dan leaflet;
b. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dancompact disk audio;
c. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti compact disk video, film ;
d. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan
e. bahan ajar berbasis web (web based learning materials).
Prinsip pengembangan bahan ajar adalah:
a. Prinsip relevansi atau keterkaitan materi sesuai dengan tuntutan Standar Kompetensi/Kompetensi Dasar;
b. Prinsip konsistensi atau keajegan, dimaksudkan jika kompetensi dasar yang harus dicapai siswa ada empat macam, maka bahan ajarnya pun harus empat macam;
c. Prinsip adekuasi atau kecukupan adalah kecukupan materi dalam bahan ajar untuk mencapai kompetensi seperti yang diajarkan oleh guru.
Bahan Ajar Dependen Dan Independen
Bahan ajar dependen adalah bahan ajar yang ada kaitannya antara bahan ajar yang satu dengan bahan ajar yang lain, sehingga dalam penulisannya harus saling memperhatikan satu sama lain, apalagi kalau saling mempersyaratkan.
Bahan ajar independen adalah bahan ajar yang berdiri sendiri atau dalam penyusunannya tidak harus memperhatikan keterikatan dengan bahan ajar yang lain;
Pengertian TIK terdiri atas dua aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Teknologi informasi mengandung pengertian segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi dan pengolahan informasi. Sedangkan teknologi komunikasi mempunyai pengertian segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke perangkat yang lain.
Pengertian bahan ajar berbasis TIK adalah bahan ajar yang berkaitan dengan teknologi sebagai alat bantu untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas. (Direktorat Pembinaan SMA. 2010. Juknis Pengembangan Bahan Ajar SMA).
G. Indikator Dan Instrumen Penilaian
Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan pendidik memenuhi persyaratan (a) substansi yang merepresentasikan kompetensi yang dinilai, (b) konstruksi yang harus memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan, dan (c) bahasa yang menggunakan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik (Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian).
Instrumen penilaian yang digunakan oleh satuan pendidikan dalam bentuk ujian sekolah/madrasah memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, dan bahasa, serta memiliki bukti validitas empirik (Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian).
Instrumen tes berupa perangkat tes yang berisi soal-soal, instrumen observasi berupa lembar pengamatan, instrumen penugasan berupa lembar tugas projek atau produk, instrumen portofolio berupa lembar penilaian portofolio, instrumen inventori dapat berupa skala Thurston, skala Likert atau skala Semantik, instrumen penilaian diri dapat berupa kuesioner atau lembar penilaian diri, dan instrumen penilaian antarteman berupa lembar penilaian antar teman. Setiap instrumen harus dilengkapi dengan pedoman penskoran. (Rancangan Penilaian Hasil Belajar yang dikembangkan Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas).
Indikator merupakan rumusan yang menggambarkan karakteristik, ciri-ciri, perbuatan, atau respon yang harus ditunjukkan atau dilakukan oleh peserta didik dan digunakan sebagai penanda/indikasi pencapaian kompetensi dasar. (Lihat instruksi Kerja Penilaian Kognitif, Psikomotorik, dan Afektif).
Penilaian hasil belajar peserta didik harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Sahih (valid), yakni penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur;
b. Objektif, yakni penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai;
c. Adil, yakni penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik, dan tidak membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, agama, bahasa, suku bangsa, dan jender;
d. Terpadu, yakni penilaian merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran;
e. Terbuka, yakni prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan;
f. Menyeluruh dan berkesinambungan, yakni penilaian mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik;
g. Sistematis, yakni penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah yang baku;
h. Menggunakan acuan kriteria, yakni penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan;
i. Akuntabel, yakni penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya (Lampiran Permendiknas RI Nomor 20 Tahun 2007).
Materi Pendukung Uji Kompetensi Guru (UKG) Lanjutan ke-1
Uji Kompetensi Guru yang selanjutnya disebut UKG adalah pengujian terhadap penguasaan kompetensi profesional dan pedagogik dalam ranah kognitif sebagai dasar penetapan pengembangan keprofesian berkelanjutan dan bagian dari penilaian kinerja guru. (Permendikbud No. 57 Tahun 2012). UKG dilakukan untuk pemetaan kompetensi dan sebagai dasar kegiatan pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang dilakukan secara periodik. Dengan demikian aspek yang diuji dalam UKG adalah kompetensi pedagogik dan profesional dalam ranah kognitif.
Kompetensi pedagogik yang diuji meliputi: 1) mengenal karakteristik dan potensi peserta didik, 2) menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif, 3) menguasai perencanaan dan pengembangan kurikulum, 4) menguasai langkah-langkah pembelajaran yang efektif, dan 5) menguasai sistem, mekanisme, dan prosedur penilian.
Sedangkan kompetensi profesional yang diuji meliputi: 1) menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu guru, 2) menguasai metodologi keilmuan sesuai bidang tugas yang dibebankan kepada guru, dan 3) menguasai hakikat profesi guru.
Sebagai bahan persiapan, berikut disajikan sebagian materi pendukung berkaitan dengan UKG tersebut. (Semoga bermanfaat dan semoga Kebaikan selalu dating dari segala penjuru)
Kompetensi Inti Guru / Kompetensi Guru Mapel Kimia
2. Menguasai teori belajar dan prinsip--‐prinsip pembelajaran yang mendidik
2.1 Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik terkait dengan mata pelajaran yang diampu.
2.2 Menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan Teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam mata pelajaran yang diampu
3. Mengembangkan Kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu.
Indikator Esensial
2.1 1. Memahami berbagai Teori belajar dan prinsip‐prinsip pembelajaran kimia di SMA/MA
2.1.2. Menjelaskan sintak model pembelajaran Jigsaw
2.2.1. Menerapkan pendekatan, strategi, metode, dan teknik, pembelajaran kimia di SMA/MA
3.1 Memahami prinsip--‐prinsip pengembangan kurikulum.
Materi Pendukung
Teori Belajar
Belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Individu dapat dikatakan telah mengalami proses belajar, meskipun pada dirinya hanya ada perubahan dalam kecendrungan perilaku (De Cecco & Crawford, 1977 dalam Ali, 2000: 14). Perubahan perilaku tersebut mencakup pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, dan sebagainya yang dapat maupun tidak dapat diamati . Perilaku yang dapat diamati disebut penampilan (behavioral performance) sedangkan yang tidak dapat diamati disebut kecendrungan perilaku (behavioral tendency).
Gagne (1977) seperti yang dikutip Miarso (2004), berpendapat bahwa belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap pribadi (hasil) yang merupakan hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan pribadi yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau perlakuan).
Belajar merupakan kegiatan aktif pebelajar dalam membangun makna atau pemahaman, sehingga diperlukan dorongan kepada pebelajar dalam membangun gagasan (Depdiknas, 2002). Oleh karena itu diperlukan penciptaan lingkungan yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab pebelajar untuk belajar sepanjang hayat.
Proses belajar mengajar adalah fenomena yang kompleks, dimana melibatkan setiap kata, pikiran, tindakan, dan juga asosiasi. Lozanov (1978), mengatakan bahwa sampai sejauh mana seorang guru mampu mengubah lingkungan, presentasi, dan rancangan pengajarannya, maka sejauh itu pula proses belajar mengajar berlangsung (DePorter, B., 2002: 3).
Ada perbedaan yang prinsip antara teori belajar dengan teori pembelajaran. Teori belajar adalah deskriptif, karena tujuan utamanya memeriksa proses belajar. Sedangkan teori pembelajaran adalah preskriptif, karena tujuan utamanya menetapkan metode pembelajaran yang optimal (Bruner dalam Degeng, 1989 dalam Budiningsih, 2005: 11).
Teori pembelajaran adalah goal oriented, artinya, teori pembelajaran dimaksudkan untuk mencapai tujuan (Reigeluth, 1983; Degeng, 1990 dalam Budiningsih, 2005: 12). Oleh karena itu, variabel yang diamati dalam teori pembelajaran adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan.
Teori belajar dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu teori sebelum abad ke-20 dan teori belajar abad ke-20. Yang termasuk teori belajar sebelum abad ke-20, yaitu teori disiplin mental, teori pengembangan alamiah, dan teori apersepsi. Teori belajar sebelum abad ke-20 dikembangkan berdasarkan pemikiran filosofis atau spekulatif, tanpa dilandasi eksperimen.
Sedangkan teori belajar abad ke-20, dibagi menjadi dua macam, yaitu teori belajar perilaku (behavioristik) dan teori belajarGestalt-field. Teori belajar perilaku (behavioristik), berlandaskan kepada stimulus-respons sedangkan teori belajar Gestalt-field, berlandaskan kepada segi kognitif (Ali, 2000: 20).
Teori belajar Gestalt-field (teori belajar kognitif), meliputiteori belajar bermakna oleh Ausubel, teori belajar pemahaman konsep oleh Jerome Bruner, teori Webteaching oleh Norman, teori Hirarki belajar oleh Gagne, dan teori perkembangan oleh Piaget.
Teori Piaget biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar Piaget berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Hal ini menyebabkan teori Piaget sangat berkaitan dengan teori belajar konstruktivistik (Ruseffendi, 1988 dalam Hamzah, 2001).
Prinsip-Prinsip Belajar Dan Pembelajaran
Menurut Rothwal (1961) terdapat 10 (sepuluh) prinsip-prinsip dalam belajar dan pembelajaran, yaitu:
1. Prinsip Kesiapan (Readiness)
Kesiapan atau readiness ialah kondisi individu yang memungkinkan ia dapat belajar. Seseorang siswa yang belum siap untuk melaksanakan suatu tugas dalam belajar akan mengalami kesulitan atau malah putus asa. Yang termasuk kesiapan ini ialah kematangan dan pertumbuhan fisik, intelegensi latar belakang pengalaman, hasil belajar yang baku, motivasi, persepsi dan faktor-faktor lain yang memungkinkan seseorang dapat belajar.
2. Prinsip Motivasi (Motivation)
Motivasi adalah suatu kondisi dari pelajar untuk memprakarsai kegiatan, mengatur arah kegiatan itu dan memelihara kesungguhan. Secara alami anak-anak selalu ingin tahu dan melakukan kegiatan penjajagan dalam lingkungannya. Rasa ingin tahu ini seyogianya didorong dan bukan dihambat dengan memberikan aturan yang sama untuk semua anak.
3. Prinsip Persepsi
Persepsi adalah interpretasi tentang situasi yang hidup. Setiap individu melihat dunia dengan caranya sendiri yang berbeda dari yang lain. Persepsi ini mempengaruhi perilaku individu. Seseorang guru akan dapat memahami murid-muridnya lebih baik bila ia peka terhadap bagaimana cara seseorang melihat suatu situasi tertentu.
4. Prinsip Tujuan
Tujuan ialah sasaran khusus yang hendak dicapai oleh seseorang.
5. Prinsip Perbedaan Individual
Proses pengajaran seyogianya memperhatikan perbedaan indiviadual dalam kelas sehingga dapat memberi kemudahan pencapaian tujuan belajar yang setinggi-tingginya. Pengajaran yang hanya memperhatikan satu tingkatan sasaran akan gagal memenuhi kebutuhan seluruh siswa. Karena itu seorang guru perlu memperhatikan latar belakang, emosi, dorongan dan kemampuan individu dan menyesuaikan materi pelajaran dan tugas-tugas belajar kepada aspek-aspek tersebut.
6. Prinsip Transfer dan Retensi
Apa pun yang dipelajari dalam suatu situasi pada akhirnya akan digunakan dalam situasi yang lain. Proses tersebut dikenal dengan proses transfer, kemampuan seseorang untuk menggunakan lagi hasil belajar disebut retensi. Bahan-bahan yang dipelajari dan diserap dapat digunakan oleh para pelajar dalam situasi baru.
7. Prinsip Belajar Kognitif
Belajar kognitif mencakup asosiasi antar unsur, pembentukan konsep, penemuan masalah, dan keterampilan memecahkan masalah yang selanjutnya membentuk perilaku baru, berpikir, menalar, menilai dan berimajinasi merupakan aktivitas mental yang berkaitan dengan proses belajar kognitif. Proses belajar itu dapat terjadi pada berbagai tingkat kesukaran dan menuntut berbagai aktivitas mental.
8. Prinsip Belajar Afektif
Belajar afektif mencakup nilai emosi, dorongan, minat dan sikap. Dalam banyak hal pelajar mungkin tidak menyadari belajar afektif. Sesungguhnya proses belajar afektif meliputi dasar yang asli untuk dan merupakan bentuk dari sikap, emosi dorongan, minat dan sikap individu.
9. Proses Belajar Psikomotor
Proses belajar psikomotor individu menentukan bagaimana ia mampu mengendalikan aktivitas ragawinya. Belajar psikomotor mengandung aspek mental dan fisik.
10. Prinsip Evaluasi
Pelaksanaan latihan evaluasi memungkinkan bagi individu untuk menguji kemajuan dalam pencapaian tujuan. Penilaian individu terhadap proses belajarnya dipengaruhi oleh kebebasan untuk menilai. Evaluasi mencakup kesadaran individu mengenai penampilan, motivasi belajar dan kesiapan untuk belajar. Individu yang berinteraksi dengan yang lain pada dasarnya ia mengkaji pengalaman belajarnya dan hal ini pada gilirannya akan dapat meningkatkan kemampuannya untuk menilai pengalamannya.
Referensi :
Rothwell, A.B., Learning Principles, dalam Clark L.H. Strategies and Tactics in secondary School Teaching: A Book of Readings, Toronto: the Mac Millan, Co., 1968.
Pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw
Menurut Nur (2000), semua model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif, siswa didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini pertama kali dikembangkan oleh Aronson dkk. Langkah-langkah dalam penerapan jigsaw adalah sebagai berikut.
a. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 - 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah serta jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok jigsaw (gigi gergaji).
b. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
c. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
d. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
e. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran
f. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
(Sumber: widyantin. 2006. Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Kooperatif. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Pusat Pengembangan Dan Penataran Guru Matematika
Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik.
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP.
KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
2. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
E. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.
2. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengantingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.
3. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
Daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.
4. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
Dalam era otonomi dan desentralisasi untuk mewujudkan pendidikan yang otonom dan demokratis perlu memperhatikan keragaman dan mendorong partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu, keduanya harus ditampung secara berimbang dan saling mengisi.
5. Tuntutan dunia kerja
Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup. Oleh sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting terutama bagi satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa masyarakat berbasis pengetahuan di mana IPTEKS sangat berperan sebagai penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan adaptasi dan penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7. Agama
Kurikulum harus dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia dengan tetap memelihara toleransi dan kerukunan umat beragama. Oleh karena itu, muatan kurikulum semua mata pelajaran harus ikut mendukung peningkatan iman, taqwa dan akhlak mulia.
8. Dinamika perkembangan global
Pendidikan harus menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan antar bangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku dan bangsa lain.
9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Pendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Oleh karena itu, kurikulum harus mendorong berkembangnya wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam wilayah NKRI.
10. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
11. Kesetaraan Jender
Kurikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan dan memperhatikan kesetaraan jender.
12. Karakteristik satuan pendidikan
Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.
(Sumber: BSNP. 2006. Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah)
Materi Pendukung Uji Kompetensi Guru (UKG)
Sedangkan kompetensi profesional yang diuji meliputi: 1) menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu guru, 2) menguasai metodologi keilmuan sesuai bidang tugas yang dibebankan kepada guru, dan 3) menguasai hakikat profesi guru.
Sebagai bahan persiapan, berikut disajikan sebagian materi pendukung berkaitan dengan UKG tersebut. (Semoga bermanfaat dan semoga Kebaikan selalu dating dari segala penjuru)
Kompetensi Inti Guru dan Kompetensi Guru Mata Pelajaran Kimia
1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional,dan intelektual.
1.2 Memahami karakteristik peserta didik yang berkaitan dengan aspek fisik, intelektual, sosialemosional, moral, spiritual, dan latar belakang sosialbudaya.
1.3 Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu.
1.4 Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu.
1.5 Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu.
Indikator Esensial
1.1.1 Mengetahui ciri-ciri fisik peserta didik
1.1.2 Mengetahui sikap dan perilaku peserta didik
1.2.2 Mengetahui latarbelakang sosial dan kultur peserta didik
1.2.2 Mengetahui potensi yang dimiliki siswa dalam pelajaran kimia
1.3.1 Mengetahui kemampuan awal siswa dalam pelajaran kimia
1.4.1 Mengetahui kesulitan belajar siswa dalam pelajaran kimia
Materi Pendukung Uji Kompetensi Guru (UKG)
1. Perkembangan Fisik Peserta Didik
Secara fisik masa remaja ditandai dengan perubahan fisiologis menuju kematangan sehingga mampu berreproduksi, yang disebut dengan masa pubertas. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik. Tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai dengan berkembangnya kapasitas reproduktif.
Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder, meliputi:
(1) Remaja pria, Matangnya organ– organ seks yang memungkinkan remaja pria yang berusia sekitar 14– 15 tahun mengalami mimpi basah.
(2) Remaja wanita, Ditandai dengan tumbuhnya rahim, vagina dan ovarium (indung telur). Ovarium menghasilkan ovum dan mengeluarkan hormon- hormon yang diperlukan untuk kehamilan, menstruasi dan perkembangan seks sekunder. Pada usia 11– 15 tahun, menstruasi pertama sering ditandai dengan sakit kepala, sakit pinggang, kadang kejang, lelah, depresi dan mudah tersinggung.
2. Pembentukan Sikap dan Perilaku
Sikap terbentuk melalui hasil belajar dari interaksi dan pengalaman seseorang, dan bukan faktor bawaan (faktor intern) seseorang, serta tergantung obyek tertentu (Jalaluddin, 1996:187). Menurut Darmiyati Zuchdi (1995: 57) bahwa dalam interaksi sosial, individu membentuk pola sikap tertentu terhadap objek psikologis yang dihadapinya. Azwar (1998: 30-38) menyebutkan berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap itu antara lain yaitu; pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggab penting, media massa, lembaga pendidikan atau lembaga agama, dan faktor emosi dalam diri individu.
Menurut pandangan psikologi, sikap mengadung unsur penilaian dan reaksi afektif, sehingga menghasilkan motif. Menurut Mar’at (Jalaluddin, 1996: 189), menyatakan bahwa motif menentukan tingkah laku nyata (overt behaviour) sedangkan reaksi afektif bersifat tertutup (covert). Motif sebagai daya pendorong arah sikap negatif atau positif akan terlihat dalam tingkah-laku nyata pada diri seseorang atau kelompok. Sedangkan motif dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu dapat diperkuat oleh komponen afeksi. Motif demikian biasanya akan menjadi lebih stabil. Pada tingkat tertentu motif akan berperan sebagai central attitude (penentu sikap) yang akhirnya akan membentuk predisposisi. Proses ini terjadi dalam diri seseorang terutama pada tingkat usia dini. Predisposisi menurut Mar’at (Jalaluddin, 1996: 189) merupakan sesuatu yang telah dimiliki seseorang semenjak kecil sebagai hasil pembentukan dirinya sendiri. Dalam hubungan ini tergambar bagaimana hubungan pembentukan sikap sehingga menghasilkan pola tingkah laku tertentu.
3. Latar Belakang Sosial Budaya Peserta Didik
Status sosial ekonomi, merupakan gabungan antara pendapatan, pekerjaan, dan tingkat pendidikan keluarga peserta didik. Status ini berhubungan erat dengan performans peserta didik. Pengaruh status sosial ekonomi ini bekerja melalui: kebutuhan dasar dan pengalaman, keterlibatan orangtua, dan sikap-sikap serta nilai-nilai. Oleh karena itu, guru harus menciptakan lingkungan belajar yang aman dan terstruktur, menggunakan contoh yang bagus, mengaitkan bahan belajar dengan kehidupan siswa, dan menggiatkan ineraksi dalam kegiatan belajar.
Faktor Budaya menunjuk pada sikap-sikap, nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, dan pola perilaku yang menjadi ciri suatu kelompok social. Factor ini mempengaruh keberhasilan dalam sekolah melalui sikap, nilai, dan cara pandang terhadap dunia. Sebagai bagian dari budaya, latar belakang etnik juga mempengaruhi keberhasilan peserta didik melalui sikap dan nilai-nilai. Implikasinya, guru harus memahami peserta didiknya dengan: (1) berusaha mempelajari kebudayaan peseta didik yang diajarnya, dan (2) berusaha menyadarkan peserta didik terhadap nilai-nilai dan keberhasilan orang-orang dari etnik dan budaya minoritas
4. Identifikasi Potensi Peserta Didik
Untuk mengidentifikasi potensi peserta didik dapat dikenali dari: 1) ciri-ciri (indikator) keberbakatan peserta didik dan 2) kecenderungan minat jabatan.
Ada tiga kelompok ciri keberbakatan, yaitu: (1) kemampuan umum yang tergolong di atas rata-rata (above average ability), (2) kreativitas (creativity) tergolong tinggi, (3) komitmen terhadap tugas (task commitment) tergolong tinggi.
Lebih lanjut Yaumil (1991) menjelaskan bahwa: (1) Kemampuan umum di atas rata-rata merujuk pada kenyataan antara lain bahwa peserta didik berbakat memiliki perbendaharaan kata-kata yang lebih banyak dan lebih maju dibandingkan peserta didik biasa; cepat menangkap hubungan sebab akibat; cepat memahami prinsip dasar dari suatu konsep; seorang pengamat yang tekun dan waspada; mengingat dengan tepat serta memiliki informasi aktual; selalu bertanya-tanya; cepat sampai pada kesimpulan yang tepat mengenai kejadian, fakta, orang atau benda. (2) Ciri-ciri kreativitas antara lain: menunjukkan rasa ingin tahu yang luar biasa; menciptakan berbagai ragam dan jumlah gagasan guna memecahkan persoalan; sering mengajukan tanggapan yang unik dan pintar; tidak terhambat mengemukakan pendapat; berani mengambil resiko; suka mencoba; peka terhadap keindahan dan segi-segi estetika dari lingkungannya. (3) komitmen terhadap tugas sering dikaitkan dengan motivasi instrinsik untuk berprestasi, ciri-cirinya mudah terbenam dan benar-benar terlibat dalam suatu tugas; sangat tangguh dan ulet menyelesaikan masalah; bosan menghadapi tugas rutin; mendambakan dan mengejar hasil sempurna; lebih suka bekerja secara mandiri; sangat terikat pada nilai-nilai baik dan menjauhi nilai-nilai buruk; bertanggung jawab, berdisiplin; sulit mengubah pendapat yang telah diyakininya.
Kecenderungan minat jabatan peserta didik dapat dikenali dari tipe kepribadiannya. Holland (1985) mengidentifikasikan tipe kepribadian seseorang berikut ciri-cirinya. Dari identifikasi kepribadian peserta didik menunjukkan bahwa tidak semua jabatan cocok untuk semua orang. Setiap tipe kepribadian tertentu mempunyai kecenderungan terhadap minat jabatan tertentu pula. Berikut disajikan kecenderungan tipe kepribadian dan ciri-cirinya.
Realistik (realistic), yaitu kecenderungan untuk bersikap apa adanya atau realistik. Ciri-ciri kecenderungan ini adalah : rapi, terus terang, keras kepala, tidak suka berkhayal, tidak suka kerja keras.
Penyelidik (investigative), yaitu kecenderungan sebagai penyelidik. Ciri-ciri kecenderungan ini meliputi : analitis, hati-hati, kritis, suka yang rumit, rasa ingin tahu besar.
Seni (artistic), yaitu kecenderungan suka terhadap seni. Ciri-ciri kecenderungan ini adalah: tidak teratur, emosi, idealis, imajinatif, terbuka.
Sosial (social), yaitu kecenderungan suka terhadap kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial. Ciri-cirinya : melakukan kerjasama, sabar, bersahabat, rendah hati, menolong, dan hangat.
Suka usaha (enterprising), yaitu kecenderungan menyukai bidang usaha. Ciri-cirinya : ambisius, energik, optimis, percaya diri, dan suka bicara.
6. Tidak mau berubah (conventional), yaitu kecenderungan untuk mempertahankan hal-hal yang sudah ada, enggan terhadap perubahan. Ciri-cirinya : hati-hati, bertahan, kaku, tertutup, patuh konsisten
5. Proses Identifikasi Pontensi Peserta Didik
Potensi peserta didik dapat dideteksi dari keberbakatan intelektual pada peserta didik. Ada dua cara pengumpulan informasi untuk mengidentifikasi anak berbakat, yaitu dengan menggunakan data objektif dan data subjektif.
Identifikasi melalui penggunaan data objektif diperoleh melalui antara lain : a) skor tes inteligensi individual, b) skor tes inteligensi kelompok, c) skor tes akademik, dan d) skor tes kreativitas.
Sedangkan identifikasi melalui penggunaan data subjektif diperoleh dari: a) ceklis perilaku, b) nominasi oleh guru, c) nominasi oleh orang tua, d) nominasi oleh teman sebaya dan e) nominasi oleh diri sendiri.
Biasanya prestasi akademik yang dilihat dari anak berbakat intelektual adalah dalam mata pelajaran : Bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Matematika, Pengetahuan Sosial, Sains (Fisika, Biologi, dan Kimia). Untuk pengumpulan informasi melalui data subjektif, sekolah dapat mengembangkan sendiri dengan mengacu pada konsepsi dan ciri (indikator) keberbakatan yang terkait.
6. Kemampuan Awal Peserta Didik
Kemampuan awal dapat diambil dari nilai yang sudah didapat sebelum materi baru diperoleh. Kemampuan awal merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum memasuki pembelajaran materi pelajaran berikutnya yang lebih tinggi.
Kemampuan awal atau prior knowledge (PK) merupakan langkah penting di dalam proses belajar. Dari berbagai penelitian terungkap bahwa lingkungan belajar memerlukan suasana stabil, nyaman dan familiar atau menyenangkan. Lingkungan belajar, dalam konteks PK, harus memberikan suasana yang mendukung keingintahuan peserta didik, semangat untuk meneliti atau mencari sesuatu yang baru, bermakna, dan menantang. Menciptakan kesempatan yang menantang para peserta didik untuk ”memanggil kembali” PK merupakan upaya yang esensial.
Dengan cara-cara tersebut maka pengajar/instruktur/fasilitator mendorong peserta didik untuk mengubah pola pikir, dari mengingat informasi yang pernah dimilikinya menjadi proses belajar yang penuh makna dan memulai perjalanan untuk menghubungkan berbagai jenis kejadian/peristiwa dan bukan lagi mengingat-ingat pengalaman yang ada secara terpisah-pisah. Dalam seluruh proses tadi, PK merupakan elemen esensial untuk menciptakan proses belajar menjadi sesuatu yang bermakna.
Dalam proses belajar, PK merupakan kerangka di mana peserta didik menyaring informasi baru dan mencari makna tentang apa yang sedang dipelajari olehnya. Proses membentuk makna melalui membaca didasarkan atas PK di mana peserta didik akan mencapai tujuan belajarnya.
7. Kesulitan Belajar Siswa
Cooney, Davis & Henderson (1975) mengidentifikasikan beberapa faktor penyebab kesulitan tersebut, di antaranya:
1) Faktor Fisiologis
Faktor ini meliputi kurang berfungsinya otak, susunan syaraf ataupun bagian-bagian tubuh lain. Para guru harus menyadari bahwa hal yang paling berperan pada waktu belajar adalah kesiapan otak dan sistem syaraf dalam menerima, memroses, menyimpan, ataupun memunculkan kembali informasi yang sudah disimpan.
Di samping itu, siswa yang sakit-sakitan, tidak makan pagi, kurang baik pendengaran, penglihatan ataupun pengucapannya sedikit banyak akan menghadapi kesulitan belajar. Untuk menghindari hal tersebut dan untuk membantu siswanya, seorang guru hendaknya memperhatikan hal-hal yang berkait dengan kesulitan siswa ini.
2) Faktor Sosial
Merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah jika orang tua dan masyarakat sekeliling sedikit banyak akan berpengaruh terhadap kegiatan belajar dan kecerdasan siswa sebagaimana ada yang menyatakan bahwa sekolah adalah cerminan masyarakat dan anak adalah gambaran orang tuanya. Oleh karena itu ada beberapa faktor penyebab kesulitan belajar yang berkait dengan sikap dan keadaan keluarga serta masyarakat sekeliling yang kurang mendukung siswa tersebut untuk belajar sepenuh hati.
Intinya, lingkungan di sekitar siswa harus dapat membantu mereka untuk belajar semaksimal mungkin selama mereka belajar di sekolah. Dengan cara seperti ini, lingkungan dan sekolah akan membantu para siswa, harapan bangsa ini untuk berkembang dan bertumbuh menjadi lebih cerdas. Siswa dengan kemampuan cukup seharusnya dapat dikembangkan menjadi siswa berkemampuan baik, yang berkemampuan kurang dapat dikembangkan menjadi berkemampuan cukup. Sekali lagi, orang tua, guru, dan masyarakat, secara sengaja atau tidak sengaja, dapat menyebabkan kesulitan bagi siswa. Karenanya, peran orang tua dan guru dalam membentengi para siswa dari pengaruh negatif masyarakat sekitar, di samping perannya dalam memotivasi para siswa untuk tetap belajar menjadi sangat menentukan.
3) Faktor Kejiwaan
Faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa ini berkait dengan kurang mendukungnya perasaan hati (emosi) siswa unutuk belajar secara sungguh-sungguh. Karenanya, tugas utama yang sangat menentukan bagi seorang guru adalah bagaimana membantu siswanya sehingga mereka dapat mempelajari setiap materi dengan baik.
Yang perlu mendapatkan perhatian juga, hukuman yang diberikan seorang guru dapat menyebabkan siswanya lebih giat belajar, namun dapat juga menyebabkan mereka tidak menyukai guru mata pelajaran tersebut. Oleh karena itu, guru hendaknya jangan hanya melihat hasilnya saja, namun hendaknya menghargai usaha keras siswa. Dengan cara seperti ini, diharapkan si siswa akan lebih berusaha lagi.
Intinya, tindakan seorang guru dapat mempengaruhi perasaan dan emosi siswanya. Tindakan tersebut dapat menjadikan seorang siswa menjadi lebih baik, namun dapat juga menjadikan seorang siswa menjadi tidak mau lagi untuk belajar suatu mata pelajaran.
4) Faktor Intelektual
Faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa ini berkait dengan kurang sempurna atau kurang normalnya tingkat kecerdasan siswa. Para guru harus meyakini bahwa setiap siswa mempunyai tingkat kecerdasan berbeda. Ada siswa yang sangat sulit menghafal sesuatu, ada yang sangat lamban menguasai materi tertentu, ada yang tidak memiliki pengetahuan prasyarat dan juga ada yang sangat sulit membayangkan dan bernalar. Hal-hal yang disebutkan tadi dapat menjadi faktor penyebab kesulitan belajar pada diri siswa tersebut. Di samping itu, hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah para siswa yang tidak memiliki pengetahuan prasyarat.
5) Faktor Kependidikan
Faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa ini berkait dengan belum mantapnya lembaga pendidikan secara umum. Guru yang selalu meremehkan siswa, guru yang tidak bisa memotivasi siswa untuk belajar lebih giat, guru yang membiarkan siswanya melakukan hal-hal yang salah, guru yang tidak pernah memeriksa pekerjaan siswa, sekolah yang membiarkan para siswa bolos tanpa ada sanksi tertentu, adalah contoh dari faktor-faktor penyebab kesulitan dan pada akhirnya akan menyebabkan ketidak berhasilan siswa tersebut.
Idealnya, setiap guru harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk membantu siswanya keluar dari setiap kesulitan yang menghimpitnya. Namun hal yang perlu diingat, penyebab kesulitan itu dapat berbeda-beda. Ada yang karena faktor emosi seperti ditinggal saudara kandung tersayang ataupun karena faktor fisiologis seperti pendengaran yang kurang. Untuk itu, para guru harus mampu mengidentifikasi kesulitan dan penyebabnya lebih dahulu sebelum berusaha untuk mencarikan jalan pemecahannya. Pemecahan masalah kesulitan belajar siswa sangat tergantung pada keberhasilan menentukan penyebab kesulitan tersebut.
Daftar Pustaka
Cooney, T.J., Davis, E.J., Henderson, K.B. (1975). Dynamics of Teaching Secondary School Mathematics. Boston : Houghton Mifflin Company.